Produktif Menulis Cerita Anak Kelas Piet Genta Day 5 : Mimi dan Bunga Begonia
Setiap sore menjelang berbuka puasa, Mimi menemani Mama merawat tanaman di pekarangan depan rumah. Kali ini, ada yang istimewa. Bukan sekadar menyirami bunga saja seperti biasa. Mama baru membeli beberapa macam bunga lagi untuk ditanam.
“Ma, bunganya tambah banyak, ya?” Tanya Mimi. Mama mengiyakan.
Tangan Mama sibuk mencabuti rumput-rumput kecil yang tumbuh di pot bunga.
“Mimi boleh bantu, enggak, Ma?” Mimi ikut berjongkok dekat Mama."Sini, bantu cabuti rumput-rumput kecil yang ada di pot, ya. Pakai sarung tangan dulu."
Mama mengambil sarung tangan plastik dan mencontohkan cara mencabut rumput.Mimi mengangguk senang. Ia paling suka membantu Mama. Ia selalu berusaha membantu Mama, sekecil apapun bantuannya.
“Ma, ini cabut jangan, ya?” Hampir saja Mimi mencabut anak bunga bakung yang baru tumbuh di sebelah bunga bakung yang besar.
Mama menggeleng. Matanya agak melotot. Hampir saja copot jantung Mama. Khawatir Mimi mencabut bunga, bukannya rumput.
Tapi anak perempuan Mama yang baru berusia lima tahun itu malah bersenandung riang saat Mama melihat ke arahnya. Sambil mencabuti rumput liar seperti yang dicontohkan Mama. Mama tertawa kecil. Berusaha ikhlas kalau ada yang salah tercabut.
Tiba-tiba...
“Aaaaaa!” Mimi menjerit keras.Tubuhnya terjatuh ke belakang.
Brukk!
Beberapa pot bunga Mama tertimpa tubuh Mimi. Tiga pot Begonia hancur berantakan.Mama segera membantu Mimi berdiri.
“Mimi enggak apa-apa? Apa yang sakit?” Mama mencari luka di tangan dan kaki Mimi. Mimi menggeleng sambil meringis. Ia tidak menangis sama sekali. Namun wajahnya merah padam.
“Tttttadi ada cacing, Maaa...” bisik Mimi lirih. Ia menoleh pada pot bunga yang berantakan.
“Oooh, cacing...Mimi kaget, ya?” Mama tersenyum. Dibersihkannya baju Mimi dari tanah.Mimi mengangguk-angguk.
“Mimi minta maaf, Ma. Mimi enggak sengaja merusakkan bunga Mama...” kata Mimi lagi.Mama membetulkan kerudung Mimi yang tidak rapi. Syukurlah Mimi tidak terluka.
“Iya, Mama maafkan. Mimi ‘kan tidak sengaja. Tidak apa-apa. Masih mau bantu Mama, enggak?” Mama bergerak mendekati pot-pot yang berantakan tadi.
“Iya, Ma, Mimi bantu.” Mimi mendekati Mama. Agak sedikit takut jika bertemu cacing tadi. Cacingnya besaaarrrr, Mimi takut cacingnya menggigit!
“Ma, kalau cacing bisa menggigit, enggak,sih, Ma?” tanya Mimi, mengambil sekop kecil untuk membantu Mama membersihkan tanah yang berserakan.
“Cacing enggak menggigit manusia, Mi. Tapi, sehabis bantu Mama, Mimi harus cuci tangan yang bersih pakai sabun, ya. Cuci tangan untuk membersihkan kuman-kuman dari tanah. “ Jelas Mama.
“Kalau enggak cuci tangan, gimana?” Goda Mimi. Mama sudah sering mengingatkannya untuk selalu mencuci tangan yang bersih dengan sabun. Ia sudah tahu akibatnya apa.
“Nanti kamu sakit perut! Iihh ini anak, gemes, deh, Mama!” Mama tertawa melihat Mimi terkikik geli.
Tak lama kemudian, pot-pot itu sudah rapi kembali. Bunga Begonia Mama ada cukup banyak. Cantik sekali melihatnya. Mimi suka Bunga Begonia Mama.
Begonia Merah berkumpul di satu sudut. Untung saja tidak banyak yang rusak. Cacing yang tadi mengagetkan Mimi sudah Mama kembalikan ke tanah yang lebih luas. Berdekatan dengan tanaman Pandan. Kata Mama, tugas cacing adalah menyehatkan tanah. Supaya tanahnya subur dan tanamannya sehat.
Usai bekerja dengan pot dan bunga-bunga, Mimi dan Mama duduk di teras memandangi pemandangan cantik di depan mereka.
Berkali-kali Mimi menunjuk bunga ini dan itu, bertanya apa namanya.
Mama dengan senang hati menjawab. Biasanya Mimi tidak begitu peduli pada bunga-bunga Mama. Tapi kali ini, ia sangat tertarik.
“Bunga yang tadi berantakan, bunga apa, Ma, namanya?”“Itu bunga Begonia, Sayang. Kenapa? Mimi suka, ya?”“Iya, sukaaaa sekali! Cantik, Ma!” Seru Mimi semangat. Mama tertawa.“Cantik seperti Mimi,” Mama menjawil hidung mungil Mimi gemas.“Bunga Begonia ini bukan cuma cantik, Mi, tapi juga bisa dimakan,”kata Mama lagi. Mata Mimi membelalak lebar.
“Bisa dimakan dan dijadikan obat juga, Mi. “ Sambung Mama. Mimi mengangguk –angguk.“Boleh dimakan sama nasi, Ma?” Tanya Mimi polos.Mama tersenyum. “Enggak begitu juga, Mi. Kalau mau makan sama nasi, sama sayur bayam saja, yuk! Sebentar lagi buka puasa.” Mama bangkit dari duduk.
Mimi tertawa-tawa.
“Asyiikkk...buka puasa!”
No comments:
Post a Comment